SUKSES DENGAN TAWADHU’

Print

“Tanamlah wujudmu di dalam bumi ketidakterkenalan,
karena pohon yang tidak tertanam itu tidak akan sempurna buahnya”

(Imam Ibnu Athaillah / Al-Hikam : 11)

Tokoh paling sukses dunia akhirat adalah Nabi kita Muhammad SAW. Oleh karena itu kita diperintahkan untuk mengikuti teladan beliau. “Sesungguhnya telah ada pada pribadi Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat serta banyak mengingat Allah” (QS.33. Al-Ahzab : 21).

Mengikuti teladan Rasulullah SAW adalah bukti cinta kita kepada beliau yang akan membuka anugerah turunnya cinta Alllah dan ampunan-Nya kepada kita. “Katakanlah: "Jika kamu mencintai Allah, maka ikutilah aku, niscaya Allah akan mencintaimu dan akan mengampuni dosa-dosamu" (QS.3. Ali Imran : 31)

Diantara yang harus kita contoh dari Rasulullah SAW adalah sikap “Tawadhu” beliau. Di Kitab Al-Barzanji dinyatakan, “Rasulullah SAW adalah tokoh yang sangat tinggi rasa malu dan sikap tawadhu’nya”. Sikap tawadhu’ beliau adalah buah “Ma’rifatullah”, yaitu mengenal Allah SWT dengan segala kemahakuasaan dan keagungan-Nya.
Salah satu bentuk ketawadhu’an Rasulullah SAW adalah beliau tidak suka dipuji dan disanjung secara berlebihan. Beliau bersabda, “Janganlah kamu memujiku (secara berlebihan) sebagaimana kaum Nasrani memuji ‘Isa bin Maryam AS secara berlebihan. Aku hanyalah seorang hamba Allah, maka panggillah aku dengan sebutan Hamba Allah dan Rasul-Nya” (HR. Abu Daud).

Sebagian orang ada yang menyanjung Rasulullah SAW secara berlebihan, bahkan meyakini bahwa Rasulullah SAW mengetahui hal-hal yang ghaib atau beliau memiliki hak untuk memberikan manfaat dan menurunkan mudharat, atau beliau dapat mengabulkan segala permintaan dan menyembuhkan segala penyakit. Allah SWT menyanggah keyakinan seperti itu dan memerintahkan kepada Rasulullah SAW agar menyampaikan firman-Nya, “Katakanlah: "Aku tidak berkuasa menarik kemanfaatan bagi diriku dan tidak (pula) menolak kemudharatan kecuali yang dikehendaki Allah. Dan sekiranya aku mengetahui yang ghaib, tentulah Aku berbuat kebajikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudharatan. Aku tidak lain hanyalah pemberi peringatan, dan pembawa berita gembira bagi orang-orang yang beriman" (QS.7. Al-A’raaf : 188).

Ketawadhu’an beliau sangat mengagumkan dan keelokan akhlak beliau tidak semua orang sanggup melakukan. Beliau tetap bersikap tawadhu’ sampai pun kepada seorang wanita miskin. Beliau meluangkan waktu untuk melayaninya walaupun waktu beliau penuh dengan berbagai amal ibadah dan amanah sebagai pemimpin tertinggi Pemerintah Daulah Islamiah yang beribukota di Madinah.

Anas bin Malik RA berkata: “Suatu hari seorang wanita datang menemui Rasulullah SAW, ia mengadu kepada beliau sambil berkata: “Wahai Rasulullah, saya membutuhkan sesuatu darimu”. Rasulullah SAW bersabda kepadanya, “Pilihlah di jalan mana yang kamu kehendaki di kota Madinah ini, tunggulah aku di sana, niscaya aku akan menemuimu” (HR. Abu Daud).
Beliau merasa puas dengan ketentuan Allah SWT. Beliau tidak pernah tamak terhadap kemasyhuran, kedudukan, jabatan atau tujuan-tujuan lain yang bersifat duniawi.

Rasulullah SAW sangat membenci dan menjauhi sikap takabur dan sombong. Hal ini karena Allah SWT berfirman, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri” (QS.31. Luqman : 18). Abdullah bin Mas’ud RA meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk Surga orang yang di dalam hatinya terdapat seberat atom kesombongan” (HR. Muslim). Rasulullah SAW juga bersabda, “Ketika seorang lelaki berjalan dengan mengenakan pakaiannya, bangga dengan kehebatan dirinya sendiri, dengan rambut tersisir rapi, ia berjalan dengan angkuh, namun tiba-tiba Allah SWT menenggelamkannya. Ia terus terbenam ke dasar bumi sampai Hari Kiamat.” (Muttafaq ‘alaih).

Ciri khas kesombongan ada 2, sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah SAW, “Sombong adalah menolak kebenaran dan meremehkan manusia” (HR. Muslim). Sikap sombong seperti ini biasanya mudah tumbuh di dalam diri orang-orang yang merasa dirinya telah terkenal atau masyhur. Itulah sebabnya orang yang hendak mendekat kepada Allah SWT atau ingin merasakan nikmatnya “Ma’rifatullah”, maka ia harus menghindarkan diri dari segala rekayasa untuk memasyhurkan diri. Sebaliknya ia harus “Riyadhoh” atau berusaha dengan sungguh-sungguh untuk menempatkan dirinya seperti tanah yang menghampar di bumi. Ia begitu banyak peran dan faidahnya, namun ia tidak meninggikan. Ia menikmati segala amal shalihnya tanpa beban keinginan untuk diingat, disebut, dipuji atau di kenal.

Imam Ibnu Athaillah dalam Kitab Al-Hikam mewasiatkan kepada kita, “Tanamlah wujudmu di dalam bumi ketidakterkenalan, karena pohon yang tidak tertanam itu tidak akan sempurna buahnya” (Imam Ibnu Athaillah / Al-Hikam : 11).
Pribadi takabur akan menjumpai banyak bencana dalam hidupnya. Sikap menolak kebenaran akan membuatnya terhalang memperoleh hidayah dan pertolongan Allah yang pasti benarnya. “Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, oleh karena itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (QS.2. Al-Baqarah : 147). Sikap menghina atau merendahkan orang lain akan menghalangi kita untuk memperoleh tambahan ilmu melalui guru dan mendapat do’a mustajab dari para kekasih Allah, karena mereka ada di tengah-tengah manusia, tanpa bisa kita kenali. “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang meremehkan sekumpulan orang yang lain, bisa jadi mereka yang diremehkan lebih baik daripada yang merendahkan”. (QS.49. Al-Hujuraat : 11).

Sebaliknya, jika kita tidak merasa besar dan masyhur, jika kita menanamkan diri kita ke dasar bumi ketawadhu’an, merendahkan hati kita serendah-rendahnya, maka berbagai pintu nikmat akan terbuka. Cahaya Hidayah Islam dari Allah SWT akan mudah masuk ke dalam qolbu kita. “Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan hidayah kepadanya, niscaya Ia akan melapangkan dadanya untuk menerima Islam” (QS.6. Al-An’am : 125). Ilmu akan mudah kita serap, karena ilmu sifatnya seperti air, ia akan menetes ke bawah dan mengalir ke tempat yang lebih rendah.

Ilmu yang meresap ke dalam hati orang yang tawadhu ia akan seperti pohon yang terhunjam ke dalam bumi. Ia akan tumbuh dengan sempurna dengan segala buah dan faidahnya. ”Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat” (QS.14. Ibrahim : 24).

Ya Allah selamatkan kami dari penyakit ujub dan takabur. Lindungi kami dari keinginan terkenal dan masyhur. Bimbing dan tolonglah kami agar mampu menjadi hamba-Mu yang bersih hati, sadar diri dan rendah hati. Mudahkan kami menerima hidayah-Mu dan menyerap ilmu-ilmu karunia-Mu. Kuatkan dan istiqomahkan kami dalam mengamalkan dan menegakkan hukum syari’ah-Mu di muka bumi ini. Aamiin.

(H. M. Shoffar Mawardi)