Kejatuhan Rezim Kian Dekat

Print
Published Date Written by Super User

DAMASKUS, Kamis - Pemerintah Suriah membantah tuduhan Amerika Serikat dan NATO bahwa pihaknya menggunakan rudal Scud untuk menyerang pihak oposisi. Beberapa pihak menyatakan, kejatuhan rezim Presiden Bashar al-Assad kian dekat, bahkan bisa terjadi dalam hitungan minggu.

Dalam pernyataan resmi yang disampaikan di stasiun televisi nasional dan kantor berita SANA, Kementerian Luar Negeri Suriah menyebut tuduhan penggunaan rudal Scud itu adalah bagian dari konspirasi Barat.
 
Sehari sebelumnya, para pejabat AS dan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menyatakan pasukan rezim Suriah telah menembakkan sejumlah rudal Scud untuk menghantam beberapa posisi pasukan oposisi yang tak terjangkau artileri biasa.
 
Rudal-rudal itu ditembakkan dari daerah tertentu di Damaskus ke arah Suriah utara yang dikuasai para pejuang oposisi.
 
Juru Bicara Departemen Luar Negeri AS Victoria Nuland bahkan menyebut militer Suriah juga menggunakan bom bakar sejenis napalm, yang bisa menimbulkan kerusakan luas.
 
Penggunaan rudal dan bom bakar ini menandakan eskalasi serius dalam konflik yang telah berjalan sekitar 21 bulan di Suriah itu.
 
Juru Bicara Gedung Putih Jay Carney menolak membenarkan laporan penggunaan rudal Scud di Suriah. ”Gagasan bahwa rezim Suriah akan menembakkan rudal-rudal dalam wilayahnya sendiri, ke arah rakyatnya sendiri, sangatlah mengejutkan, nekat, dan merupakan eskalasi militer yang benar-benar tak proporsional,” ujarnya.
 
Pengakuan Rusia
 
Bersamaan dengan beredarnya kabar mengenai penggunaan rudal tersebut, beberapa pihak mengeluarkan pernyataan soal kemungkinan kekalahan rezim Assad dalam perang saudara dengan pihak oposisi.
 
Pernyataan pertama disampaikan Deputi Menteri Luar Negeri Rusia Mikhail Bogdanov di Moskwa, Kamis. Ia mengatakan, melihat perkembangan lapangan terbaru di Suriah saat ini, semua pihak tak bisa lagi menutup mata akan kemungkinan kekalahan militer rezim Assad.
 
”Anda harus melihat berbagai fakta di depan mata, rezim pemerintah (Suriah) saat ini terus kehilangan kendali atas sebagian besar wilayah negara itu,” tutur Bogdanov.
 
Ini merupakan pernyataan publik pertama seorang pejabat tinggi Rusia—salah satu sekutu Suriah—akan kemungkinan kekalahan Assad.
 
Pernyataan Bogdanov disusul pernyataan Sekretaris Jenderal NATO Anders Fogh Rasmussen di Brussels, Belgia. Menurut Rasmussen, rezim Assad sudah semakin mendekati keruntuhan. ”Saya mendesak rezim untuk menghentikan semua kekerasan dan menyadari situasi sesungguhnya,” kata Rasmussen.
 
Pada hari yang sama, Menteri Keuangan Irak Rafa al-Essawi turut menyuarakan peringatan yang sama. ”Ada peningkatan nyata dalam fokus perhatian masyarakat internasional terhadap Suriah, ada kekhawatiran nyata terkait penggunaan senjata kimia,” ujar Essawi di sela-sela pertemuan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) di Amman, Jordania.
 
Melihat situasi tersebut, Essawi berpendapat, perubahan di Suriah akan terjadi dalam waktu dekat. ”Secara pribadi, saya berpikir (perubahan akan terjadi) dalam hitungan minggu,” ujarnya.
 
Pernyataan-pernyataan tersebut diberikan hanya sehari setelah 130 negara yang tergabung dalam kelompok Sahabat Suriah mengakui Koalisi Nasional (NC) Suriah, yang merupakan gabungan kelompok oposisi, sebagai satu-satunya perwakilan rakyat Suriah.
 
Beberapa negara, termasuk AS, Inggris, Perancis, dan negara-negara Dewan Kerja Sama Teluk (GCC), telah lebih dulu memberikan pengakuan.
 
Makin terlihat
 
Langkah konkret AS terhadap rezim Assad semakin terlihat dalam sebulan terakhir. AS mengatakan militer Suriah telah selesai meracik senjata pemusnah massal berupa bom-bom yang diisi senjata kimia jenis gas sarin.
 
Pekan lalu Presiden AS Barack Obama memperingatkan Presiden Assad tentang konsekuensi tertentu yang akan ditanggungnya jika bom kimia itu digunakan untuk menyerang rakyatnya sendiri. Bahkan, AS mengancam menggunakan opsi militer.
 
Setelah itu, AS dan NATO mendukung Turki memasang rudal-rudal Patriot di perbatasan dengan Suriah. Ankara dan NATO menegaskan, penempatan rudal antirudal tersebut untuk melindungi Turki dari serangan rudal Suriah.
 
Hari Selasa, AS mengakui eksistensi NC Suriah sebagai perwakilan sah rakyat negara itu. AS juga melontarkan fakta terbaru tentang penggunaan rudal Scud oleh rezim Assad.
 
Langkah-langkah tersebut diduga menjadi bagian dari upaya internasional untuk mengisolasi rezim Assad. Hal itu juga berarti dunia internasional membuka jalan bagi bantuan kemanusiaan yang lebih besar masuk ke Suriah, termasuk bantuan logistik bagi pasukan oposisi.
 
Rudal Korut
 
Thomas Houlahan, analis militer pada Center for Security and Science, menduga, rudal-rudal yang digunakan Suriah adalah rudal Hwasong-6 buatan Korea Utara. Hwasong-6 adalah hasil pengembangan rudal Scud buatan Uni Soviet.
 
Karim Bitar, Direktur Riset Institute for International and Strategic Relations, menyatakan, penggunaan rudal-rudal Scud oleh rezim Assad merupakan indikasi kian dekatnya pertempuran penghabisan di Suriah.
 
”Pertempuran memperebutkan Damaskus akan segera dimulai, dan pertempuran ini bisa mengubah aturan permainan,” kata Bitar.
 
Indonesia prihatin
 
Menteri Luar Negeri RI Marty Natalegawa mengaku sangat prihatin dengan eskalasi dan perkembangan terbaru situasi di Suriah tersebut.
 
Marty menyatakan, sudah bukan saatnya penggunaan kekuatan dan kekerasan dilakukan saat ini. Pernyataan itu disampaikan Marty, Kamis, lewat pesan singkatnya kepada Kompas sesaat sebelum bertolak menuju Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.
 
Marty akan menghadiri Konferensi Tingkat Menteri Ke-3 Forum Kontra Terorisme Global. Marty menambahkan, dalam pertemuan itu, dia berencana bertemu dengan Menlu Turki Ahmet Davutoglu dan beberapa menlu lain untuk membahas Suriah.
 
”Saatnya diplomasi bekerja. Sekadar info, saya kemarin bicara dengan Menlu Suriah tentang hal yang sama. Konsultasi masih terus berlanjut,” tulis Marty dalam pesan singkatnya itu.(REUTERS/AFP/AP/ CAL/DHF/DWA)