Khuntsa dan Takhannuts

Print
Category: Bacaan Islami
Published Date Written by Santri DM

Identitas seseorang itu menjadi laki-laki atau perempuan, tidak ditentukan oleh omongan dirinya. Tetapi ditentukan oleh bentuk pisik dan fungsi-fungsi faat tubuhnya secara biologis atau medis.

Biarpun secara hukum sekuler telah ditetapkan bahwa seorang waria menjadi wanita, namun dalam pandangan hukum Islam harus dikembalikan secara pisik dan fungsi biologis itu tadi.

 

Biarpun si waria mengatakan bahwa dirinya 100 % perempuan, tapi semua itu tidak bisa dijadikan landasan sama sekali. Dalam syariat Islam dikenal dua hal berkaitan dengan fenomena tersebut. Pertama, adalah istilah Khuntsa dan kedua adalah Takhannuts. Keduanya meski mirip-mirip tapi berbeda secara mendasar.

A. Khuntsa


Khuntsa adalah orang yang secara faal dan biologis berkelamin ganda. Namun diantara sekian banyak fenomena di dunia ini, kasus ini tergolong sangat sedikit seseorang yang memiliki kelamin laki-laki dan kelamin wanita sekaligus.

Dan Islam sejak dahulu telah memiliki sikap tersendiri berkaitan dengan status jenis kelamin orang ini. Sederhananya, bila alat kelamin salah satu jenis itu lebih dominan, maka dia ditetapkan sebagai jenis kelamin tersebut. Artinya, bila organ kelamin laki-lakinya lebih dominan baik dari segi bentuk, ukuran, fungsi dan sebagainya, maka orang ini meski punya alat kelamin wanita, tetap dinyatakan sebagai pria. Tentunya sebelum dilakukan operasi perubahan atau suntik silikon. Dan sebagai pria, berlaku padanya hukum-hukum sebagai pria. Antara lain mengenai batas aurat, mahram, nikah, wali, warisan dan seterusnya.

Dan sebaliknya, bila sebelum operasi organ kelamin wanita yang lebih dominan dan berfungsi, maka jelas dia adalah wanita, meski memiliki alat kelamin laki-laki. Dan pada dirinya berlaku hukum-hukum syairat sebagai wanita.

Namun ada juga yang dari segi dominasinya berimbang, yang dalam literatur fiqih disebut dengan istilah “Khuntsa Musykil”. Namanya saja sudah musykil, tentu merepotkan, karena kedua alat kelamin itu berfungsi sama baiknya dan sama dominannya. Untuk kasus ini, dikembalikan kepada para ulama untuk melakukan penelitian lebih mendalam untuk menentuakan status kelaminnya. Namun kasus ini hampir tidak pernah ada. Bahkan khuntsa ghairu musykil pun hampir tidak pernah didapat.

B. Takhannuts


Yang paling sering kita temukan kasusnya justru kasus takhannuts, yaitu orang yang berlagak atau berpura-pura jadi khuntsa, padahal dari segi pisik dia punya organ kelamin yang jelas. Sehingga sama sekali tidak ada masalah dalam statusnya apakah laki atau wanita. Pastikan saja alat kelaminnya sebelum operasi, maka statusnya sesuai dengan alat kelaminnya.

Memang ada sebagian mereka yang melakukan operasi kelamin, tapi operasi itu sifatnya cuma aksesoris belaka dan tidak bisa berfungsi normal. Karena itu operasi tidak membuatnya berganti kelamin dalam kacamata syariat. Sehingga status tetap laki-laki meski suara, bentuk tubuh, kulit dan seterusnya mirip wanita.

Sedangkan yang berkaitan dengan perlakuan para waria ini, jelas mereka adalah laki-laki, karena itu ta‘amul / perlakuan kita dengan mereka sesuai dengan etika mereka sebagai laki-laki. Dan karena tetap laki-laki, maka pergaulan mereka dengan wanita persis sebagaimana adab pergaulan laki-laki dengan wanita. Para wanita tetap tidak boleh berkhalwat, ihktilat, sentuhan kulit, membuka aurat dan seterusnya dengan para waria ini. Termasuk bila waria mati, wajib dimandikan sebagai mayat laki-laki, karena mereka pada hakikatnya adalah laki-laki 100 %.

Orang yang melakukan takhnnuts ini jelas melakukan dosa besar karena berlaku menyimpang dengan menyerupai wanita. Rasulullah s.a.w. pernah mengumumkan, bahwa perempuan dilarang memakai pakaian laki-laki dan laki-laki dilarang memakai pakaian perempuan. Di samping itu beliau melaknat laki-laki yang menyerupai perempuan dan perempuan yang menyerupai laki-laki. Termasuk diantaranya, ialah tentang bicaranya, geraknya, cara berjalannya, pakaiannya, dan sebagainya. Sejahat-jahat bencana yang akan mengancam kehidupan manusia dan masyarakat, ialah karena sikap yang abnormal dan menentang tabiat. Sedang tabiat ada dua: tabiat laki-laki dan tabiat perempuan. Masing-masing mempunyai keistimewaan tersendiri. Maka jika ada laki-laki yang berlagak seperti perempuan dan perempuan bergaya seperti laki-laki, maka ini berarti suatu sikap yang tidak normal dan meluncur ke bawah.

Rasulullah s.a.w. pernah menghitung orang-orang yang dilaknat di dunia ini dan disambutnya juga oleh Malaikat, diantaranya ialah laki-laki yang memang oleh Allah dijadikan betul-betul laki-laki, tetapi dia menjadikan dirinya sebagai perempuan dan menyerupai perempuan; dan yang kedua, yaitu perempuan yang memang dicipta oleh Allah sebagai perempuan betul-betul, tetapi kemudian dia menjadikan dirinya sebagai laki-laki dan menyerupai orang laki-laki (Hadis Riwayat Thabarani).

Justru itu pulalah, maka Rasulullah s.a.w. melarang laki-laki memakai pakaian yang dicelup dengan ‘ashfar (zat warna berwarna kuning yang biasa dipakai untuk mencelup pakaian-pakaian wanita di zaman itu).

Ali r.a. mengatakan: "Rasulullah SAW pernah melarang aku memakai cincin emas dan pakaian sutera dan pakaian yang dicelup dengan ‘ashfar" (Hadis Riwayat Thabarani)

Ibnu Umar pun pernah meriwayatkan: "Bahwa Rasulullah SAW pernah melihat aku memakai dua pakaian yang dicelup dengan ‘ashfar, maka sabda Nabi: ‘Ini adalah pakaian orang-orang kafir, oleh karena itu jangan kamu pakai dia

Friday the 29th. Pesantren Kehidupan. Hostgator coupon - All rights reserved.